Senin, 30 Juni 2014

Memandang Tuhan



Baca:  Mazmur 123:1-4


"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga."  Mazmur 123:1

Dalam menjalani hari-hari yang penuh gejolak dan pergumulan ini penting bagi kita untuk mengarahkan pandangan secara tepat, bukan kepada hal-hal negatif yang membawa kita semakin jauh dari Tuhan dan semakin dekat dengan kegagalan dan kehancuran.  Sebab sekali saja kita salah dalam mengarahkan mata akan berakhir fatal seperti yang dialami oleh Hawa, Akhan dan juga Daud.

Di sepanjang perjalanannya dan Mesir menuju ke Tanah Perjanjian bangsa Israel senantiasa mengalami kebaikan dan mujizat Tuhan yang dinyatakan di depan mereka.  Tapi mereka tetap saja dihantui oleh ketakutan karena mata mereka terus tertuju kepada kesukaran di padang gurun dan juga pasukan Firaun yang mengejarnya.  Musa pun harus mengingatkan mereka berulang-ulang,  "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."  (Keluaran 14:13-14).

Di sepanjang bulan Juni yang telah kita lewati mungkin ada banyak kesalahan yang telah kita lakukan karena  'mata'  kita sehingga hari-hari yang kita jalani pun terasa berat dan membuat kita jatuh bangun dalam dosa.  Tidak ada kata terlambat untuk berbenah dan berubah!  Mulai hari ini dan seterusnya  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman,"  (Ibrani 12:2).  Mengapa kita harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan?  Agar kita tidak mengalami ketakutan dalam menjalani hidup ini.  Namun bila pandangan kita terus tertuju kepada situasi dan kondisi yang ada, kita akan mudah sekali takut.  Ingat!  Ketakutan adalah musuh dari iman dan merupakan roh yang harus kita kalahkan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).  Semakin kita takut semakin lemahlah iman kita, sehingga kita pun tidak akan sanggup menghadapi segala sesuatunya.

"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah."  Mazmur 16:8

Jumat, 27 Juni 2014

Disiplin Rohani


Ketika Aku Mempertanyakan Allah


Clint Dempsey menyadari kecintaannya pada sepakbola sejak masa sekolah. Luapan kegembiraan setelah mencetak gol telah mendorong Dempsey makin mendalami kecintaannya pada olahraga yang telah membawanya hingga ke berbagai tempat di dunia dan bermain dalam level tertinggi di Eropa dan Amerika Serikat.
“Awalnya orangtuaku membawaku belajar sepakbola supaya aku mempelajari cara bergaul yang baik dengan orang lain,” kata Dempsey. “Aku tidak pernah tahu bahwa olahraga yang kusukai dan keterampilan yang kupelajari itu kemudian berperan besar dalam hubunganku dengan Allah.”
Dempsey masih berusia 21 tahun ketika ia menjadi pemain profesional, dan pada tahun itu juga ia berhasil masuk dalam tim nasional Amerika Serikat serta meraih gelar Pemain Baru Terbaik di Liga Utama Sepakbola AS (MLS). Setahun kemudian ia membawa klubnya New England Revolution memenangi trofi juara MLS yang diraih dua kali berturut-turut. Selanjutnya ia bermain di Inggris untuk Fulham dan Tottenham Hotspur, membantu tim nasional menjuarai Piala Emas CONCACAF, mewakili negaranya dalam kejuaraan Piala Dunia dan beberapa kali digelari Atlet Sepakbola Terbaik di AS.
Allah telah mulai membentuk hidup Dempsey jauh sebelum ia berkiprah dalam sepakbola. Dan uniknya, pembentukan itu justru dimulai melalui sebuah tragedi yang terjadi saat ia masih berusia 12 tahun.
“Aku bertumbuh di dalam keluarga yang taat beragama dan biasa pergi ke gereja bersama Nenek setiap Minggu. Melalui Nenek, aku menyadari arti penting dari iman,” cerita Dempsey. “Namun, saat aku berusia 12 tahun, hidupku berbalik 180 derajat. Jennifer, saudara perempuanku, meninggal dunia (karena aneurisma otak) dan aku banyak mempertanyakan mengapa semua itu terjadi dan bagaimana campur tangan Allah di dalam semua itu. Selama bertahun-tahun, aku bergumul dan menjauh dari hubungan dengan Allah. Namun Dia setia dan sabar, dengan perlahan-lahan memberikan pemulihan dan kekuatan yang baru.”
Ya, meskipun Dempsey telah mengenal Allah karena lahir dari sebuah keluarga Kristen, ia tidak sungguh-sungguh mencari Allah. Namun Allah terus mencarinya. Pada saat kuliah, ada satu kelompok PA di Universitas Furman di Greenville, South Carolina yang mendukungnya untuk mengenal Allah lebih jauh dan memahami arti dari iman yang aktif.
“Di universitas, aku bergabung dengan sebuah kelompok PA. Firman Tuhan memberiku damai sejahtera dan suatu kerinduan untuk berhubungan dengan Dia,” tutur Dempsey. “Aku mendapati bahwa mempertanyakan Dia dan mencari jawaban melalui Kitab Suci telah menolongku bertumbuh dan memberiku arah yang jelas. Kini imanku di dalam Kristus telah memberiku keyakinan akan masa depan. Aku tahu, di tengah pengalaman yang baik atau buruk, Dia tetap setia dan akan terus menjagaku.”
Tidak hanya melalui kelompok PA. Allah juga membentuk Dempsey melalui tragedi lainnya. Suatu hari, dua rekan setimnya mengajaknya pergi ke suatu konser. Karena tidak punya banyak uang, Dempsey pun menolak ajakan itu. Tanpa diduga, dalam perjalanan ke konser, mobil yang ditumpangi kedua rekan Dempsey mengalami kecelakaan hingga jungkir balik. Sebuah truk 18 roda menghantam mobil itu dan menewaskan salah seorang dari mereka, sementara yang satu lagi mengalami luka-luka parah yang membuatnya tidak bisa lagi bermain sepakbola.
Allah memakai tragedi di masa lalu Dempsey untuk membentuk pandangannya terhadap kehidupan. Dempsey jadi menyadari bahwa ia tak dapat mengandalkan kehebatannya sendiri untuk membuat hidupnya berarti. Hidupnya dapat berakhir kapan saja. Sebab itu, kerinduannya untuk menyenangkan Allah pun makin besar. Ia ingin memakai waktunya yang singkat di dunia ini untuk memberi pengaruh yang baik dalam hidup sesama.
Kini fokus doa Dempsey bukanlah agar hidupnya aman, bebas dari bahaya. “Sekarang, aku berdoa untuk dikuatkan dalam menjalani hidup yang terbentang di depanku,” tutur Dempsey. Ia pun bertekad, “Aku bermain sebaik yang aku bisa dan bersyukur untuk banyaknya kesempatan dan keberhasilan yang telah diberikan-Nya kepadaku. Dalam semua itu, aku mau melakukan apa yang benar, tidak salah jalan, dan menjalani hidup yang menyenangkan Allah.”
Salah satu wujud nyata dari tekadnya itu adalah kedisiplinan Dempsey untuk membaca Alkitab. Firman Allah menolongnya untuk terus bertumbuh. “Allah memberikan kekuatan, bahkan di tengah keadaan yang tampaknya mustahil,” kata Dempsey membagikan salah satu pelajaran yang didapatnya dari Alkitab. “Dari kitab Kejadian dalam Alkitab, Allah menjanjikan Abraham bahwa ia akan menjadi bapa dengan banyak keturunan, tetapi selama bertahun-tahun, Sara, istrinya, tidak dapat mempunyai anak. Bahkan ketika ia hampir berusia 100 tahun, Abraham ‘tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah’ (Roma 4:20). Iman Abraham pun berbuah manis ketika Allah menepati janji-Nya dan Sara pada usia 90 tahun melahirkan anak mereka, Ishak.”

Kamis, 26 Juni 2014

Setia dan Dapat Dipercaya



Baca:  1 Korintus 4:1-5


"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai."  1 Korintus 4:2

Kesetiaan dan dapat dipercaya adalah dua unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Tuhan.  Bagaimana kita bisa disebut sebagai pekerja Tuhan yang baik jika kita tidak setia mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita?  Tanpa kesetiaan, kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa saat diperhadapkan dengan tantangan.  Jadi,  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).  Tanpa kesetiaan mustahil orang bisa dipercaya untuk sebuah tugas pelayanan.  Yusuf dipercaya oleh Potifar untuk mengatur apa yang ada di rumahnya, bahkan segala miliknya berada dalam kuasanya, oleh karena ia terlebih dahulu menunjukkan kesetiaannya.  Jika tidak setia, mungkinkah seorang pelayan dipercaya sepenuhnya oleh majikannya?  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10a).  Kesetiaan kita dalam mengerjakan perkara-perkara kecil adalah pintu gerbang menuju kepada perkara-perkara besar.

Tuhan tidak pernah menuntut kecerdasan, kecakapan, kemahiran, popularitas dalam diri pekerjaNya;  apalah arti semuanya itu jika mereka tidak setia dan tidak bisa dipercaya.  Yang Tuhan inginkan adalah para pekerja yang setia melakukan kehendakNya dan yang tidak tergoyahkan dalam komitmen.  Inilah yang menjadi alasan mengapa Paulus mengutus Timotius untuk melayani orang-orang di Korintus.  Meski masih muda, Timotius telah menunjukkan kesetiaannya dan begitu giat dalam melayani Tuhan, dan karena itulah Paulus mempercayakan pelayanan yang besar kepadanya.  Paulus sangat percaya bahwa Timotius tidak akan menyimpang dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan.  Pesan Paulus,  "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau."  (1 Timotius 4:16).

Tugas seorang pekerja Tuhan adalah menerima firman Tuhan dan kemudian menyalurkan rahasia firman yang telah diterimanya itu kepada orang lain, tapi ia juga harus menunjukkan sebuah keteladanan hidup.

Setia dan bisa dipercaya adalah syarat mutlak dan essensial bagi pekerja Tuhan!

Selasa, 24 Juni 2014

Teguh Terhadap Janji Tuhan



Baca:  Roma 4:18-25


"dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan."  Roma 4:21

Berbicara tentang keteguhan hati menantikan janji Tuhan, rasul Paulus mengajak kta untuk belajar dan meneladani hidup Abraham,  "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa,"  (Roma 4:18).  Pada waktu itu Abraham telah berumur 100 tahun, Sara juga sudah tidak mungkin lagi mengandung karena rahimnya telah tertutup.  Jadi untuk memiliki keturunan, secara manusia hal itu adalah mustahil.

Namun Tuhan telah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit.  "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."  (Kejadian 15:5).  Dalam situasi demikian Abraham dan Sara memiliki alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan dan imannya memudar.  Tetapi Alkitab menyatakan:  "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah,"  (Roma 4:20), maka  "...TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."  (Kejadian 15:6).  Seringkali apa yang dijanjikan Tuhan itu apabila kita ukur dan bandingkan dengan kenyataan yang ada sangat bertolak-belakang.  Adalah manusiawi sekali jika Sara sempat tertawa mendengar janji Tuhan itu karena ia sadar bahwa usianya sudah tua.  Ditinjau dari sudut ilmiah dan akal sehat tidaklah mungkin seorang wanita yang telah mati haid dapat mengandung.  "Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku."  (Kejadian 21:6).  Kalau janji tersebut disampaikan kepada kita saat ini pastilah kita juga akan tertawa dan sulit untuk percaya.

Intinya, kepercayaan Abraham terhadap janji Tuhan tidak terpengaruh sedikit pun oleh situasi dan keadaan yang ada.  Mata imannya terus tertuju kepada Tuhan.  Sikap inilah yang harus kita praktekkan dalam kehidupan ini.  Bagaimana dengan kita?  Iman percaya kita seringkali bergantung pada situasi dan keadaan yang ada dan akhirnya kita pun tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara penuh, karena sikap kita yang mudah berubah.

Mari kita  "...hidup karena percaya, bukan karena melihat."  2 Korintus 5:7

Senin, 23 Juni 2014

JANJI MASA KINI DAN MASA MENDATANG



Baca:  Mazmur 12:1-9


"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."  Mazmur 12:7

Dalam Ibrani 11:1 dikatakan,  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya iman memiliki dua dimensi yaitu dimensi sekarang  (masa kini)  dan dimensi yang akan datang.  Dimensi sekarang berkenaan dengan kehidupan yang sedang kita jalani dan pergumulkan, serta terlihat secara kasat mata.  Dimensi kedua yaitu dimensi yang akan datang, berkenaan dengan pengharapan kita di dalam Tuhan, arah pandang yang tertuju kepada janji-janji Tuhan yang saat ini tidak kelihatan dan masih belum terjadi, namun yang kita yakini bahwa pada saat yang tepat Tuhan pasti menggenapiNya, sebab janji Tuhan adalah murni.

'Dimensi janji Tuhan'  inilah yang seringkali menjadi sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi setiap orang percaya.  Ada banyak orang Kristen yang mudah sekali berubah sikap, imannya melemah dan tidak lagi menaruh pengharapan penuh kepada Tuhan karena kenyataan yang ada tidak seperti yang diharapkan.  Mereka tidak lagi bersabar menantikan janji Tuhan dan lebih memilih mengandalkan kekuatan sendiri, lari kepada manusia mencari pertolongan.  Waspadalah, Iblis akan menggunakan celah ini sebagai kesempatan menabaur benih keraguan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan.  Alkitab menegaskan:  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

Jangan sekali pun ragu terhadap janji Tuhan.  Cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi.  Di tengah situasi-situasi sulit biarlah kita selalu menguatkan iman percaya kepada Tuhan sehingga kita tetap dapat berkata:  "Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya."  (Mazmur 119:140).

"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?"  Bilangan 23:19

Kamis, 19 Juni 2014

Hati, Pikiran, Dan Kehendak (II)



Baca:  2 Timotius 2:14-26


"Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan."  2 Timotius 2:19

Pertobatan juga menekankan pada sikap hati, karena hati adalah pusat dari pikiran, perasaan dan kehendak kita.  Hati juga memiliki peranan besar terhadap perilaku lahiriah kita.  "...dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."  (Markus 7:21).  Penulis amsal pun menyatakan,  "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu."  (Amsal 27:19).  Maka dari itu  "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."  (Amsal 4:23).  Hati yang senantiasa terjaga bersih dan murni akan berdampak positif pula terhadap setiap perkataan dan tindakan kita.

Bagaimana menjaga hati kita supaya tetap bersih dan murni?  Kita harus mengijinkan Roh Kudus untuk menyelidiki dan memperbarui hati kita.  Daud berdoa, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!"  (Mazmur 51:12).  Pikiran dan hati yang telah diperbaharui oleh firman Tuhan akan mempengaruhi kehendak kita.  Kesadaran terhadap segala kesalahan dan pelanggaran pastilah akan diikuti oleh kehendak/keinginan untuk berhenti berbuat dosa, dan komitmen untuk hidup dalam pertobatan setiap hari.  Itu membutuhkan proses yang tidak instan tapi secara bertahap dan terus-menerus seumur hidup kita, hingga kita memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar yang dikehendaki Tuhan.

Seseorang yang memiliki pertobatan yang sejati imannya tetap teguh untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, apa pun yang terjadi dan di mana pun berada, karena pertobatan adalah suatu tindakan yang menghasilkan perubahan pikiran, hati dan kehendak, di mana kita semakin mengasihi Tuhan dan hidup seturut dengan firmanNya.  Saat menghadapi pergumulan yang berat sekalipun kita bisa berkata:  janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Tuhan kehendaki.  Ketika kita menyerahkan seluruh kehendak kepada Tuhan kita akan tinggal di dalam firmanNya.

Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang benar-benar hidup dalam pertobatan?

Hati, Pikiran, Dan Kehendak (I)



Baca:  2 Korintus 7:1-16


"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian."  2 Korintus 7:10

Pertobatan adalah kata yang tidak akan berhenti untuk diberitakan kepada setiap orang percaya, sebab pertobatan adalah langkah awal di mana seseorang menyadari kesalahan dan pelanggarannya, lalu berpaling dari dosa-dosanya dan meninggalkannya.  Pertobatan disebut juga suatu keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya ia bertekad untuk berubah, yaitu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan.  Di padang Yudea Yohanes Pembaptis dengan suara yang lantang menyerukan,  "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"  (Matius 3:2).  Berita ini pula yang diserukan oleh Yesus,  "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!"  (Markus 1:15).

Sebelum hidup dalam pertobatan, apa yang ada dalam pikiran, hati dan kehendak kita semata-mata dikuasai segala hal yang bersifat duniawi, sehingga yang dihasilkan pun adalah perbuatan-perbuatan daging.  Itulah sebabnya pertobatan yang sejati meliputi tiga aspek penting ini:  pikiran, hati dan juga kehendak.  Pikiran adalah medan peperangan dalam kehidupan manusia.  Alkitab menyatakan,  "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."  (Amsal 23:7a).  Apa yang kita pikirkan itulah yang aka membentuk setiap tindakan kita.  Dengan kata lain, pikiran adalah pemimpin atau pelopor dari semua tindakan, artinya tindakan yang kita lakukan adalah akibat langsung dari apa yang kita pikirkan.  Jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang berasal dari daging, maka kita akan berjalan dalam daging dan perbuatan kita pun akan semakin jauh dari kebenaran.

Supaya kita memiliki pikiran yang benar kita harus menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, sehingga kita  "...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  (Filipi 2:5).  Ketika kita memiliki pikiran Kristus, pikiran kita akan terus diperbaharui sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna  (baca  Roma 12:2)  (Bersambung)

Rabu, 18 Juni 2014

Menerima Injil



Baca:  Efesus 1:1-14


"Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu,"  Efesus 1:13

Saudarakau, perlulah senantiasa kita ingat bahwa perbuatan baik tidak akan pernah membuat manusia yang berdosa mendapatkan keselamatan dan beroleh hidup yang kekal.  Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan.  Artinya kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus mutlak berbuat baik. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."  (Efesus 2:8-10).  Sarana untuk mendapatkan keselamatan adalah menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.  Mengapa harus Yesus?  Karena Yesus bukanlah salah satu jalan untuk memperoleh keselamatan, tapi Dia adalah satu-satunya jalan keselamatan itu.

Untuk dapat mengenal Kristus lebih dalam kita harus menerima Injil  (Kitab Suci), yang adalah tuntunan untuk memperoleh keselamatan itu.  "Karena Kitab Suci berkata: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'"  (Roma 10:11).  Siapa pun yang membaca Kitab Suci dan merenungkan itu siang dan malam berpotensi untuk menjadi orang percaya, sebab  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17);  dan Alkitab mengatakan bahwa barang siapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan  "...beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,"  (Efesus 1:7).  Bukan hanya itu, kita juga  "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya."  (Efesus 1:13-14).

Karena Injil adalah kabar baik tentang keselamatan, maka setiap orang percaya harus bersedia untuk diutus sebagai pembawa kabar baik ini kepada dunia.  Ada tertulis:  "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!"  (Roma 10:15).

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,"  2 Timotius 4:2 

Selasa, 17 Juni 2014

Karena Kasih Karunia



Baca:  Titus 2:11-15


"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata."  Titus 2:11

Kasih adalah salah satu sifat dasar Allah.  "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."  (1 Yohanes 4:7-8).  Bila kasih ini dihubungkan dengan penyelamatan terhadap manusia berdosa, maka dikatakan sebagai kasih karunia atau anugerah.

Istilah kasih karunia diterjemahkan dari kata Yunani  'kharis'  yang dapat diartikan:  anugerah, pemberian, kemurahan hati, pahala.  Di dalam Perjanjian Baru kata ini bermakna:  kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang seharusnya layak untuk dihukum.  Adapun arti umum dari kata kasih karunia adalah pemberian yang dilandasi dengan sukacita, bukan karena keterpaksaan.  Jadi kematian Yesus Kristus di atas Kalvari untuk menebus dosa umat manusia itu bukan dilakukan dengan keterpaksaan, tetapi karena kasih karunia yang Allah berikan didasari oleh kasihNya yang besar kepada umatNya.  Dengan demikian jelas sekali bahwa keselamatan manusia berdosa bukan oleh karena perbuatan baik, amal atau karena kesalehan hidupnya, melainkan semata-mata karena pemberian atau kasih karunia dari Allah.  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman"  (2 Timotius 1:9).

Perbuatan baik tidak akan pernah sanggup membenarkan manusia yang berdosa, sebab pada dasarnya  "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak."  (Roma 3:10).  Inilah yang mendasari mengapa Allah menyatakan kasih karuniaNya, yaitu supaya kita yang berdosa beroleh pembenaran dan keselamatan.  Pemberian secara cuma-cuma dari Allah inilah yang merupakan hakekat dari kasih karunia.  Kemudian kita yang telah beroleh kasih karunia itu harus mau dibentuk dan dididik oleh Tuhan supaya kita benar-benar meninggalkan kehidupan dosa dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh.

Kita diselamatkan karena anugerah Tuhan semata, bukan karena siapa kita!

Senin, 16 Juni 2014

Sikap Menanikan Tuhan II



Baca:  1 Tesalonika 5:1-11


"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar."  1 Tesalonika 5:6

Bosan dan jenuh adalah perasaan yang  seringkali timbul ketika seseorang sedang menanti, apalagi yang dinantikan itu belum kunjung datang juga.  Semakin kita meremehkan dan menyepelekan sebuah penantian, semakin kita akan bertindak sembrono.  Demikian halnya pada masa-masa penantian kita akan kedatangan Tuhan keduakalinya ini.  Ada banyak orang Kristen yang justru tidak lagi menggebu-gebu dalam Tuhan.  Sebaliknya mereka malah tenggelam dalam aktivitas-aktivitas duniawi dan melenakan.

Dalam masa-masa penantian ini seharusnya kita semakin giat melayani Tuhan dan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah  (baca:  Ibrani 10:25), tapi terus melatih diri dalam hal ibadah, karena  "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8), artinya kita mempersiapkan diri dengan baik sambil terus bekerja dan berkarya bagi Tuhan.  Berhenti bekerja dan berhenti melayani Tuhan sementara kita menanti-nantikan kedatangan Tuhan adalah sebuah tindakan yang bodoh dan keliru.  Jika berlaku demikian kita tak ubahnya seperti lima gadis yang bodoh yang membawa pelitanya tetapi tidak membawa persediaan minyak.  Kita harus menanti kedatangan Tuhan Yesus dengan tetap melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab kita sebaik-baiknya, karena tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui secara persis waktu kedatangan Tuhan Yesus.  Ada tertulis,  "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang."  (Matius 24:46).

Paulus memberikan gambaran kedatangan Tuhan seperti pencuri yang datang di malam hari dan seperti seorang perempuan hamil yang mengalami sakit bersalin;  artinya kedatangan Tuhan bisa terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga, tidak dapat diramalkan secara tepat, namun pasti akan terjadi.  "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."  (Efesus 5:15-16).

Berjaga-jaga berarti sadar akan keberadaan kita yang adalah anak-anak terang, sehingga kita tidak lagi hidup dalam kegelapan.

Kamis, 12 Juni 2014

Sikap Menantikan Tuhan (I)



Baca:  Matius 25:1-13


"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki."  Matius 25:1

Saat mendengar kabar bahwa kedatangan Tuhan sudah sangat dekat, respons tiap-tiap orang berbeda-beda.  Ada yang sangat tidak peduli dan masa bodoh, tapi ada pula yang meresponsnya dengan tindakan yang konyol:  langsung memutuskan berhenti dari pekerjaan, menjual seluruh harta bendanya, lalu berkumpul di suatu tempat sambil berdoa menanti-nantikan kedatangan Tuhan.  Atau mungkin yang memiliki banyak uang langsung terbang ke Yerusalem  (Israel), menantikan kedatangan Tuhan di sana, karena mereka ingat akan ayat Alkitab yang menyatakan:  "Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."  (Kisah 1:11b).  Namun begitu yang diharapkan belum juga datang ada banyak dari mereka yang akhirnya frustasi dan kecewa.

Apakah Tuhan ingkar dengan janjiNya sehingga Ia mengulur-ulur waktu untuk datang menjemput umatNya?  Dalam 2 Petrus 3:9 dikatakan,  "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat."  Seiring berjalannya waktu banyak anak Tuhan yang kian terlena dan disibukkan dengan perkara-perkara dunia ini, sehingga mereka lupa berjaga-jaga dan mempersiapkan diri sebaik mungkin menyambut kedatangan mempelai Kristus.  Selain daripada itu kita juga harus semakin giat mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan.  "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  (Yohanes 9:4).

Dalam menanti-nantikan Tuhan saat ini apakah kita bersikap seperti lima gadis yang bijaksana, atau sebaliknya kita bersikap seperti gadis yang bodoh?  Lima gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.  Artinya mereka terus berjaga-jaga sambil terus hidup dalam ketaatan  (melakukan firman), sehingga pelitanya terus menyala dan menerangi sekitarnya, hidup yang terus menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitarnya.  (Bersambung)

Rabu, 11 Juni 2014

;)


:)


Fungsi Bahasa Roh



Baca:  1 Korintus 14:1-9


"Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat."  1 Korintus 14:4

Adapun tujuan berbahasa roh adalah kepada Tuhan sebagai bahasa doa.  Hanya Tuhan yang mengetahui artinya, kecuali ada yang menafsirkannya melalui karunia menafsirkan bahasa roh.  Tertulis:  "Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu."  (1 Korintus 12:10).

Karunia berbahasa roh mempunyai dua fungsi.  Yang pertama, bahasa roh untuk pribadi dan merupakan bahasa rahasia antara diri sendiri dan Tuhan, sehingga tidak perlu ditafsirkan,  "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri,"  (1 Korintus 14:4).  Bahasa roh ini bertujuan untuk menyampaikan isi hati kita kepada Tuhan.  Karena sifatnya dari kita kepada Tuhan maka tidak perlu dimengerti oleh orang lain, sehingga tidak perlu ditafsirkan.  Bahasa roh dipakai oleh Roh Kudus untuk membantu kita menyampaikan doa-doa kepada Tuhan,  "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."  (Roma 8:26).  Dengan banyak berbahasa roh, doa-doa kita akan semakin bergairah dan berapi-api.

Sedangkan fungsi bahasa roh yang kedua adalah berbahasa roh untuk jemaat, di mana Tuhan, - melalui seseorang yang mengucapkan bahasa roh kemudian ditafsirkan -, ingin berbicara dengan jemaat.  Orang yang dipakai itu menyampaikan pesanNya kepada orang lain.  Bentuknya sama dengan nubuat, hanya disampaikan dengan bahasa roh yang perlu ditafsirkan supaya orang lain dapat mengerti dan dibangun.  (baca  1 Korintus 14:27-28).  Menafsirkan bahasa roh ini juga termasuk salah satu karunia Roh Kudus, yaitu kemampuan khusus yang diberikan Tuhan kepada anggota tubuh Kristus untuk menafsirkan pesan Tuhan yang disampaikan melalui bahasa roh.

Bahasa roh berguna untuk membangun diri sendiri dan membangun jemaat. 

Selasa, 10 Juni 2014

Holy Spirit


Bahasa Baru



Baca:  Kisah Para Rasul 2:1-13


"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya."  Kisah 2:4

Tanda lain yang dialami oleh murid-murid Tuhan ketika Roh Kudus dicurahkan adalahberkata-kata dalam bahasa baru.  Tuhan Yesus menyatakan bahwa  "Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka,"  (Markus 16:17).  Apa yang dikatakan Tuhan Yesus, benar-benar digenapiNya.

Bahasa roh adalah:  salah satu karunia Roh Kudus yang diberikan Tuhan kepada orang percaya secara khusus dan sesuai dengan kehendak Roh Kudus;  kemampuan khusus yang diberikan Tuhan kepada anggota tubuh Kristus untuk mengucapkan secara spontan kata-kata yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, baik kepada Tuhan maupun kepada orang lain dalam bahasa yang tidak kita mengerti dan tidak pernah kita pelajari sebelumnya;  suatu ucapkan yang diilhami oleh Roh Kudus melalui diri orang percaya, yang berkata-kata dalam suatu bahasa baru, yang tidak pernah dipelajari dan mungkin tidak dikenal oleh dunia ini, yang merupakan bukti fisik awal seseorang mengalami baptisan Roh Kudus.  "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia."  (1 Korintus 14:2).

Berbahasa roh adalah salah satu karunia yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi orang percaya.  "...mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh."  (1 Korintus 12:28b).  Kalau kita memang tidak dikehendaki oleh Roh Kudus untuk menerima karunia berbahasa roh, jangan memaksakan diri untuk berbahasa roh, atau sekedar ikut-ikutan berbahasa roh.  Jangan pula memaksakan orang lain untuk berbahasa roh, apalagi sampai menghakimi orang lain yang tidak berbahasa roh dan menganggap bahwa mereka tidak rohani.

Berbahasa roh adalah tanda seseorang mengalami lawatan Roh Kudus dan itu merupakan salah satu karunia yang diberikan Tuhan!